PART 1
Suatu sore, saya merasa sedikit/cukup menyesal setelah tiba-tiba ada hasrat ingin mengambil buku hijau di rak buku sudut kamar yang baru say abaca satu bab dulu ba,da walimah, judulnya ‘Pendidikan Anak dalam Islam’..
Kenapa menyesal?
Jawabannya ada pada keterpukauan saya pada karya penulis buku ini, begitu pandainya beliau membaca realita, merumuskannya menjadi sebuah rumusan masalah, mencari referensi dengan lihai dan menemukan serta mememberi jalan keluar pada masalah-masalah tersebut. Cukup menyesal ketika tersadar usia ananda sudah mencapai 4 bulan waktu itu.
Bahasan dalam buku ini mencakup metode yang sempurna yang wajib dijembatani oleh para orang tua.
Untuk lebih sistematis dalam perjalanan merealisasikan isi buku ada baiknya kita rangkum dulu isi keseluruhan. Kurang lebihnya kronologi buku ‘Pendidikan Anak dalam Islam’ tersebut adalah sebagai berikut:
Bagian pertama:
1.Perkawinan ideal dan kaitannya dengan pendidikan
2. Perasaan psikologis terhadap anak-anak
3. Hukum umum dalam hubungannya dengan anak yang baru lahir
4. Seba-sebab kelainan (kenakalan) pada anak dan penanggulangannya.
Bagian kedua: (Merupakan kajian khusus di bawah sebuah tajuk “tanggungjawab terbesar bagi para pendidik”)
Tanggung jawab pendidikan iman
Tanggung jawab pendidikan moral
Tanggung jawab pendidikan fisik
Tanggung jawab pendidikan rasio atau nalar
Tanggung jawab pendidikan psikologis
Tanggung jawab pendidikan social
Tanggung jawab pendidikan seksual
Semuanya ada 7 ya…sebentar anak saya terbangun dan menangis..
Bagian ketiga:
Media- media pendidikan yang berpengaruh
Prinsip- prinsip dasar dalam pendidikan anak
Saran saran pedagogis
Penutup
Dalam tulisan ini saya ingin mengakselerasikan bagian pertama langsung ke bagian kedua, alasannya karena bagian pertama merupakan tema atau term yang sudah sering dibahas, semoga langkah yang saya ambil ini bisa menimbulkan sedikit stimulus untuk terus belajar dan menggali dan kemudian mempraktekannya nanti atau sekarang di kehidupan kita kepada anak anak syurga kita.
Untuk bahasan kali ini, saya akan masuk ke bahasan tanggung jawab pendidikan iman. Satu hal yang cukup berat, dan mustahak. Sangat fundamental.
Iman tak dapat diwarisi, iman tak dapat dijual beli. Tapi pendidikan iman merupakan tanggung jawab kita sebagai ummi abi.
Ar-Raghib Al-Ashfihani mengatakan,”Bahwasanya Al-Mansur mengutus seseorang kepada keturunan muawwiyah yang sedang dipenjara untuk menanyakan kepada mereka apa yang paling berat sekali yang mereka rasakan di penjara ini. Mereka menjawab,”Yang paling beratkami rasakan adalah kami tidak berkesempatan untuk mendidik anak-anak kami.”
sedih ya..tapi begitu menggugah dan menyegarkan.
Yang dimaksud dengan pendidikan iman adalah mengikat anak dengan dasar dasar keimanan sejak ia mengerti,
membiasakannya dengan rukun islam sejak ia memahami, dan mengajarkannya dasar dasar syariat sejak ia mumayyiz, begitu kata penulis dalam bukunya.
Sedangkan yang dimaksud dengan dasar dasar keimanan ialah segala sesuatu yang ditetapkan melalui pemberitaan secarabenar berupa hakikat keimana dan masalah ghaib semisal beriman kepada Allah. Yang dimaksud dengan rukun islam adalah setiap ibadah yang bersifat badani maupun materi yaitu solat , puasa, zakat dan haji bagi yang mampu melakukannya. Dan yang dimaksud dengan dasar2 syariah adalah segala yang berhubungan dengan sistem atau aturan ilahi dan ajaran2 islam, berupa akidah ibadah akhlak, undang-undang, dan hukum.
Kewajiban pendidik adalah menumbuhkan anak atas dasar pemahaman di atas berupa dasar dasar pendidikan iman dan ajaran islam sejak masa pertumbuhannya. Sehingga anak akan terikat dengan islam baik akidah maupun ibadah.
Pemahaman yang menyeluruh tentang pendidikan iman ini tentunya harus didasarkan pada wasiat-wasiat rasulullah saw dan petunjuknya dalam menyampaikan dasar dasar keimanan dan rukun islam kepada anak.
Berikut ini yang penulis sajikan sebagian petunjuk dan wasiat rasulullah :
1.Membuka kehidupan anak dengan kalimah Laa ilaaha illallah
Masih ditemui banyak perdebatan dalam hal ini, tapi sesungguhnya rasulullah saw juga mengazani cucunya hasan dan husein ketika dilahirkan. Usah risau dengan hal ini, yang jelas kebaikannya adalah kehidupan anak dibuka dengan kalimah yang baik dan tauhid. Syiar islam masuk pertama sekali ke telingan anak.
2. Mengenalkan halal haram kepada nak sejak dini.
Agar ketika akan membukakan matanya dan tumbuh besar, ia telah mengenal perintah Allah dan larangan2nya.
Rasulullah pernah melarang hasan cucunya untuk memakana makana sedekah ketika hasan masih digendong di atas bahunya.
Jadi ketika beranjak mumayyiz, dia telah siap dengan aturan halal dan haram.
3. Menyuruh anak untuk beribadah ketika telah memasuki usuia 7 tahun
“perintahkanlah anak-anakmu menjalankan ibadah salat jika mereka sudah berusia 7 tahun. Dan jika mereka sudah berusia sepuluh tahun maka pukullah mereka jika tidak mau melaksanakan dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (RH Hakim)
Dari perintah salat ini kita dapat menyamakan dengan puasa dan haji. Kita latih anak-anak untuk melaksanakan puasa jikam mereka kuat dan haji jika kita, umi abinya mampu (
4. Mendidik anak untuk mencintai rasul, keluarganya dan mencintai alquran
Berkata Sa’ad bin abi waqqash r.a ,” kami mengajarkan anak-anak kami tentang peperangan rasulullah saw sebagaimana kami mengajarkan Alquran kepada mereka.”
Dalam bahasan mengenai perhatian kaum terdahulu terhadap pendidikan anak mereka disebutkan bahwa, ketika mereka menyerahkan ank mereka pada guru mereka mereka, maka hal pertama yang mereka isyaratkan dan nasihatkan adalah mengajarkan alquran.
Sehingga lisan mereka menjadi lurus, semangat menjadi tinggi, hati mereka menjadi tenang ,air mata mereka menjadi berlinang dan iman serta keyakinan akan meresap dalam jiwa mereka.
Kedua, kenapa mencintai keluarga?
Bahwa anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang morat marit , belajar di lingkungan yang sesat dan bergaul dengan masyarakat yang rusak maka sudah barang tentu ia kan menyerap kerusakan itu, dan menerima didikan yang sesat tersebut.;
intinya dimulai dari keluarga ya…dimana anak pertama kali menemukan lingkungannya dan mensosialisasikan dirinya.
Lanjut..’asalin sudah boboblagi 🙂
Di dalam tulisannya DR.Abdullah Nashih Ulwan juga menulis secara berurutan batasan tanggung jawab dan kewajiban yang dipikulkan kepada kedua orangtua sebagai berikut:
1. uDalam pembinaan ini, sebaiknya para pendidik dan orang tua menggunakan metode sosialisasi berjenjang. Yaitu dari hal- hal yang konkrit ke abstrak, dari mulai khusus kepada yang umum, dan dari yang sederhana kepada yang kompleks.. hingga pada akhirnya para pendidik dapat mengantarkan anak kepada iman dengan cara yang logis dan argumentative. Contoh sosialisasi berjenjang seperti ini ada dalam alquran surah nahl ayat 10-17. Bisa dibuka sendiri ya. Kurang lebih . dan masih banyak ayat lain ya, bisa dicari sendiri atau didskusikan.
Menanamkan ke dalam jiwa anak kepribadian yang khusyuk , takwa dan ubudiyah kepada Allah. Gimana caranya?
Rajin-rajinlah berjalan melihat kebesaran Allah. Membuka mata mereka agar dapat melihat kekuasaan yang penuh mukjizat, kerajaan besar yang sangat mengagumkan, pepohonan yang hidup dan tumbuh, bunga-bunga indah yang beraneka warna dan berjuta-juta ciptaan Allah yang mengagumkan.
” Asalin, coba lihat langit hari ini…siapa ya penciptanya? siapa yang menurunkan hujan? ”
Diantara cara lain yang dipergunakan untuk menanamkan rasa khusyuk dan memperdalam rasa taqwa, adalah melatih dan membiasakan khusyuk di dalam solatnya. Serta bersedih dan menangis jika mendengar ayat-ayat suci alquran, Kata beliau dalam bukunya.
*it is too gorgeous kalau kita bisa membuat anak kita, jiwanya meresapi ayat2 Allah di masa kecilnya sampai dia menangis ketika baca alfatihah.tak tahu jadi apa kelak…tak bisa dibayangkan.
Sangat super sekali DR Abdullah Nasih Ulwan dalam menjelaskan detail demi detail metode praktis yang bisa dicontohkan oleh umi abi.
2.Ma’iyyatullah dan ikhlas
Para pendidik dan orangtua harus menanamkan perasaan selalu ingat kepada Allah pada diri anak- anak dalam setiap tindakan dan perilaku mereka. Kepada mereka ditanamkan pengertian bahwa Allah selalu m elihat, memperhatikan, mengetahui rahasia dan keinginannya, serta papun yang dikhianati dan disembunyikan.
Selain itu para pendidik juga ditekankan untuk menanamkan pemahaman kepada anak- anak bahwa Allah tidak akan menerima amal yang tidak diniati karena ridhaNya.
*bahan diskusi dari poin ketiga barusan: katanya jangan menakut-nakuti anak, tapi dalam diri anak harus juga tumbuh rasa takut. Karena rasa takut melahirkan ketaatan. ada yg ingin diskas?
Ada sebuah kisah di dalam ihya ulumuddin,
“sahal bin Abdullah attsauri berkata,”ketika aku berusia 3 tahun, aku pernah bangun malam. Ketika itu aku melihat pamanku tengah melakukan solat.” Pada suatu hari ia berkata kepadaku,”apakah engkau mengingat Allah yang telah menciptakanmu? “ aku menjawab,” bagaimana aku mengingatNya?” “ucapkanlah dengan hatimu ketika engkau terbaring di tempat tidurmu sebanyak 3x tanpa menggerakkan lisanmu, ‘Allahu ma’I, Allahu nadzharun ilayya, Allahu syaahidiyy’
Aku mengucapkannya selama beberapa malam, kemudian aku memberitahukannya , ia berkata, ucapkanlah itu sebanyak 7x setiap malam. Kemudian aku mengucapkannya sampai aku merasakan nikmatnya ucapan itu dalam hatiku. , selang satu tahun, pamanku berkata, hapalkanlah ucapan itu, biasakanlah mengucapkan itusampai engkau masuk kubur, sesungguhnya hal itu akan sangat bermanfaat bagimu dunia dan akhirat.
Akhirnya aku mengucpakan kata kata itu bertahun2 dan merasakan manisnya ucapan itu. pamanku berkata lagi, hai sahal sesungguhnya orang yang merasa selalu disertai Allah , dilihatnya dan disaksikannya tidaka akan berbuat maksiat,jauhilah olehmu maksiat..”
Dari kisah di atas, kita bisa mengambil ibarah, bahwa latihan yang terus menerus dan pendidikan iman yang benar ini akhirnya sahal menjadi seorang yang arif terkemuka dan termasuk hamba yang solih.
Ringkasnya, kata penulis, tanggungjawab pendidikan iman itu sungguh merupakan tanggungjawab yang terpenting bagi pendidik, ayah, ataupun ibu.
Di dalam bukunya,, penulis juga mencantumkan judul-judul buku yang perlu dibaca dan diajarkan kepada anak, atau dibacaoleh anak sesuai tahapannya. Berikut tahapannya:
Tahap pertama; usia 10-15 tahun
Al-ma’rifah oleh syeikh abdul karim rifai
Ala-aq’id , imam hasan albanna
Aljawaarihul kalamiyah, thahir al-jazairi.
Tahapan kedua ; usia baligh sampai 20 tahun
Ushuulul Aqaid, Abdullah Arwani
Al-wujuudul haq, Dr. Hasan Huwaidi
Syubuhat wa rudud, oleh penulis sendiri.
Tahap ketiga; usia 20 tahun ke atas,
Kubral yaqiniyyatil kauniyyah, DR. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi
Allahu jalla jalaluh, Said Hawa
Qishshatul iman, Al-ustadz Nadim Al-jasr.
merinding ga ketika mendapati anak anak kita bacaan nya adalah buku-buku di atas?
bersiaplah jadi umi abi dari anak anak generasi terbaik ketiga setelah generasi para sahabat-tabi’ tabi’in dan generasi zaman muhammad Al-fatih.
Demikian yang dapat saya ringkaskan sebagai sebuah bahan diskusi sederhana.